Hari-Hari Sulit Nicolas Pepe

IDGooners.com – Nicolas Pepe sempat menjadi buah bibir pada jendela transfer musim panas 2019/2020. Kecemerlangan Nico bersama Lille (2018/2019) membuat Unai Emery tidak ragu menebusnya dengan harga yang sangat fantastis, 72 juta poundsterling. Kini, karirnya di Arsenal hampir berakhir dengan prestasi yang jauh dari ekspektasi. Banyak faktor yang membuat hal ini terjadi mulai dari faktor teknis sampai non-teknis.

Arsenal’s French-born Ivorian midfielder Nicolas Pepe takes a free-kick to scores his team’s second goal during their UEFA Europa league Group F football match between Arsenal and Vitoria Guimaraes at the Emirates stadium in London on October 24, 2019. (Photo by Glyn KIRK / AFP)

Tidak sedikit yang menyayangkan nasib Nicolas Pepe di London Utara. Hal ini wajar karena satu musim sebelum bergabung dengan The Gunners, ia adalah top scorer bagi Lille dengan 22 gol di Ligue 1 dan berhasil finish di peringkat ke-2. Capaian ini yang membuat tim dan fans berekspektasi sangat tinggi kepadanya. Di sisi lain, hal ini menjadi awal Pepe menjalani hari-hari yang sulit.

___

Punggung pria berusia 26 tahun ini sudah terasa berat tepat setelah ia memutuskan untuk mendarat di Emirates Stadium dengan predikat pemain termahal. Gelar tersebut secara natural melekat padanya dan hanya akan lepas jika Arsenal rela merogoh kocek lebih dalam lagi untuk satu pemain.

Dari sudut pandang fans, mereka tentu bahagia ketika Pepe datang. Di samping kontribusi yang ia berikan kepada Lille, fans juga senang karena manajemen kali ini rela mengeluarkan uang sebanyak itu untuk satu pemain saja. Mereka paham betul bahwa kebijakan ini jarang terjadi di Arsenal. Mereka, setidaknya saya, membayangkan Pepe akan banyak mengirimkan umpan cantik kepada Auba dan Laca, menggocek dua sampai tiga pemain lawan hingga mereka bersimpuh, atau menembakan tendangan pisang dari luar kotak penalti ke pojok atas gawang lawan.

Satu dua pekan berlalu, bayangan tersebut belum kunjung terealisasi. Ah, mungkin butuh adaptasi. Hingga tidak terasa musim berakhir bayangan hanya tetap menjadi bayangan. Pada momen ini fans mulai geram namun mereka masih memaklumi dan tetap berharap kepadanya di musim depan.

Musim berikutnya (2020/2021), Pepe secara statistik memang ada peningkatan. Namun, permasalahan utamanya adalah inkonsistensi. Sementara Arteta tidak punya banyak pilihan di posisi sayap kanan. Sepuluh gol dan 1 assitnya tidak mampu membawa Arsenal bersaing di zona Eropa. Pada waktu yang sama, Bukayo Saka yang masih berkepala satu justru lebih menarik perhatian. Padahal, Saka sering bermain bukan di posisi favoritnya. Namun, kontribusinya sangat terasa di lapangan.

Semakin hari semakin berat beban yang Pepe tanggung. Selain predikat pemain dengan nilai transfer termahal, sebagai sayap kanan ia memiliki tuntutan moral untuk dapat berkontribusi langsung terhadap raupan gol The Gunners. Musim lalu, sinar Bukayo Saka seakan menutup pendaran Nico yang baru saja muncul. Alhasil, Pepe semakin meredup dan musim ini hanya menjadi penghangat bangku cadangan.

___

Kesulitan mendasar yang Pepe rasakan berasal dari kultur dan bahasa. Lima tahun di Prancis secara natural melekatkan kultur, kebiasaan, dan suasana kepada siapapun yang menetap di sana, termasuk Nicolas Pepe. Terlebih, Prancis bukan negara yang terbiasa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris.

Bayangkan menjadi Pepe yang ketika datang ke daratan Inggris sebagai pemain Arsenal dengan beban pemain termahal, diekspektasikan mencetak 20 gol padahal untuk berkomunkasi saja masih kesulitan. Bahkan sampai sekarang, Pepe masih lebih nyaman berbicara menggunakan Bahasa Prancis. Hal ini terlihat jelas dalam wawancaranya bersama Amazon Prime Video Sport akhir tahun lalu.

Memang, banyak pemain yang berhasil adapatasi dengan cepat soal kendala bahasa ini (salah satunya Luis Diaz). Tentu tanggung jawab pemain untuk dapat beradaptasi secepat mungkin dengan bantuan rekan-rekannya. Tapi bukan berarti menampikan bahwa bahasa dan komunikasi sangat penting di sepak bola.

sumber : Akun YouTube Amazon Prime Video Sport

___

Persoalan bahasa dan kultur yang mempersulit Pepe diperparah dengan atmosfer dan tekanan di Premier League yang sangat berbeda dengan Ligue 1. Kasta tertinggi sepak bola Inggris menuntuk setiap tim untuk selalu konsisten dengan intensitas yang tinggi. Tidak ada pertandingan yang pasti menang, pasti kalah, atau pasti seri. Setiap pemain harus mau terlibat dalam setiap fase dengan intensitas dan stamina yang konsisten.

Senjata utama Nicolas Pepe adalah kemampuannya menggiring Bola di sisi lapangan. Sayangnya, teknik-teknik dasar lainnya tidak dikuasai dengan baik olehnya. Pada musim pertamanya, presentase passing sukses Pepe hanya 76,7% (fbref). Catatan ini masih di bawah rata-rata pemain Arsenal dengan menit bermain yang mendekati Pepe (80%). Hal ini didukung ketika di atas lapangan banyak peluang yang terbuang akibat kesalahan umpan atau pengambilan keputusan yang tidak bijaksana.

Sebab itu, senjata utama Pepe terasa kurang efektif karena banyak aspek-aspek dasar lainnya yang masih harus ia tingkatkan.

Selain itu, dribbling membutuhkan ruang yang cukup agar Pepe bisa mengakhirinya dengan tembakan atau umpan ke kotak penalti. Namun, hal ini tidak terakomodasi karena gaya permainan Arsenal yang lebih banyak mengandalkan kombinasi umpan-umpan pendek.

Sampai paragraf di atas terlihat jelas bahwa atribut Pepe kurang cocok dengan gaya permainan Arsenal. Dalam situasi tersebut, pilihanya hanya ada 2. Ia beradaptasi atau Arteta mencoba mengubah gaya permainan agar bisa memanfaatkan kualitas seorang Nicolas Pepe.

Dalam beberapa pertandingan Arteta mencoba bermain lebih oportunis dengan garis pertahanan rendah dan membiarkannya untuk tetap berada di depan agar bisa memanfaatkan ruang saat transisi dari bertahan ke menyerang. Sayangnya, ketika kesempatan tersebut datang, Pepe gagal memanfaatkannya dengan sempurna. Di sisi lain ia juga belum berhasil menunjukan adaptasinya untuk mampu bermain dengan gaya permaianan Arsenal. Maka tidak heran jika hari-hari menyulitkan bagi Pepe terus berlanjut.

___

Di media sosial banyak opini yang berkembang bahwa kendala utama Pepe berasal dari wingback yang kurang harmonis. Tapi opini langsung terpatahkan karena ia telah bermain dengan lebih dari tiga wingback. Bellerin yang lebih sering overlap, Chambers yang lebih banyak berperan sebagai inverted fullback, hingga Cedric yang kerjaanya gatau ngapain.

___

Kini, kabar soal keinginannya untuk hengkang semakin nyaring terdengar. Sejumlah tim seperti Newcastle United, Crystal Palace, Everton, hingga Paris Saint Germain dikabarkan tertarik kepada pria berpaspor Pantai Gading ini. Kontraknya akan berakhir pada bulan Agustus 2024. Namun, sepertinya Arsenal tidak bisa menjualnya dengan harga tinggi sebab Pepe lebih banyak bermain sebagai pemain cadangan di 20 penampilannya bersama The Gunners musim ini.

Musim depan, besar kemungkinan Pepe tetap menjalani hari-hari yang sulit. Jika ia bertahan di Emirates Stadium, tempat paling realistis baginya adalah pelapis Bukayo Saka. Itupun jika Arteta gagal memboyong pemain senior di posisi tersebut. Jika iya, pemain berkebangsaan Pantai Gading ini berakhir jadi pilihan ketiga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *