IDGooners.com – Dua kemenangan besar kontra Leeds United di Liga Inggris dan Sunderland di Carabao Cup tentu menjadi modal cukup untuk pasukan Mikel Arteta. Bertamu ke kandang The Canaries, menjadi ujian konsistensi lanjutan dari torehan apik The Gunners di empat laga terakhir.
Seperti pisau bermata dua, modal dan torehan apik pada laga sebelumnya justru bisa menjadi petaka bagi Thomas Partey dan kawan-kawan. Pasalnya, Arsenal sering kali justru tertahan oleh tim yang sedang dalam masa sulit. Salah satu contoh paling mudah, yah, saat kontra Everton lalu. Everton yang struggle di laga sebelumnya justru meraih tiga poin dari London Merah. Maka dari itu, Arsenal jangan lengah (lagi).
Mental Tidak Cepat Puas
Kita sering melihat Arsenal mampu unggul di awal pertandingan. Bahkan melawan Manchester United di Old Trafford, Meriam London mampu unggul lebih dulu lewat gol kontroversial Emile Smith Rowe. Tapi, apa yang kita lihat setelah itu? Yak. Benar. Kecerobohan.
Seolah puas dengan keunggulan satu gol, perlahan, pressing ketat yang mereka lakukan memudar. Secara tidak langsung, lawan mampu lebih banyak menguasai bola, mengembangkan permainan, dan ujung-ujungnya membalikan keadaan. Padahal, Arsenal pada laga itu sangat mampu untuk mengakhiri pertandingan dengan kemenangan.
Namun, kecerobohan ini mulai gugur pada laga kontra West Ham United dan Leeds United. Setelah unggul 1 gol, kali ini Lacazette dan kawan-kawan tidak menurunkan intensitas permainan. Tetap melakukan pressing ketat, terus melakukan inisiatif serangan, dan menciptakan lebih banyak peluang. Tidak heran jika Arsenal berhasil melesatkan 4 gol ke gawang Leeds United pekan lalu.
Mental tidak cepat puas nampaknya sudah mulai Arteta terapkan dan pemain berhasil menunjukan. Mental ini amat penting mengingat setiap pertandingan di Liga Inggris sangat tidak terduga. Selain itu, mental tidak cepat puas dapat menjadi modal bagi setiap pemain agar mampu memberikan kontribusi yang konsisten kepada tim.
Pertahankan Dominasi
Mental tidak puas sangat memberikan dampak luas baik untuk pemain maupun tim. Dengan merasa tidak puas, keinginan pemain untuk terus mendominasi pertandingan akan tetap terjaga. Alhasil, lawan tidak mendapatkan momentum untuk mengembangkan permainan dan mebalikan kedudukan.
Dua grafik di atas adalah torehan angka harapan gol/ expected goal (xG) di pertandingan Arsenal vs West Ham United dan Leeds vs Arsenal. Jelas, Arsenal mencatatkan xG lebih banyak dibanding lawan-lawanya. Catatan ini berawal dari pola pikir yang sedang Arteta berusaha terapkan bahwa Arsenal harus mempertahankan dominasi dalam suatu pertandingan.
Hasil dua pertandingan tersebut berbeda. Leeds berhasil mencuri gol di akhir pertandingan sementara West Ham gagal membalaskan satu gol pun. Jika memperhatikan dua grafik di atas, Arsenal memberikan sedikit momentum kepada Leeds sehingga mereka mampu menciptakan peluang berbahaya dan mencetak gol di menit ke-75 (grafik berwarna biru naik pesat). Sementara, Arsenal berhasil mempertahankan dominasi kepada West Ham United sehingga mereka tidak mampu mencatatkan peluang dan meningkatkan angka harapan gol selama 90 menit (grafik berwarna kuning tidak mengalami peningkatan).
Tetap Bermain Kolektif
Arsenal musim ini terkenal sebagai tim yang banyak dihuni oleh pemain muda. Bahkan tidak jarang, para penikmat sepak bola menggunakan istilah “SSB London”. Predikat young gunners memang sedikit menyulitkan karena pemain muda selalu bermasalah dengan isu konsistensi. Biasanya peran pemain senior yang menjadi model menunjukan konsistensinya. Sayangnya, para pemain senior Arsenal justru tidak mampu menjadi model yang sempurna bagi para pemain muda The Gunners.
Tidak hanya itu, dalam skuad Arteta juga tidak ada pemain dengan nama besar dengan ego yang memuncak. Di atas lapangan, pergerakan pemain beriringan mempertahankan shape yang Arteta inginkan, bukan bergerak dengan poros satu atau dua pemain saja. Oleh karena itu, siapapun bisa mencetak gol. Mereka seperti sudah paham bahwa tidak penting siapa yang mencetak, yang penting gol.
Tanpa adanya pemain “bintang” membuat Arsenal bermain secara kolektif. Semua pemain memiliki kesempatan yang sama untuk dapat mencatatkan namanya di starting line up. Sehingga, pemain fokus untuk memberikan penampilan terbaik di lapangan. Mereka bermain untuk logo di dada kiri, bukan hanya bermain untuk dirinya sendiri atau salah satu pemain saja.
Ini jelas terlihat dari kebijakan pemilihan pemain Mikel Arteta. Pemain yang di awal musim tampil gemilang seperti Emile Smith Rowe, di dua laga terakhir Liga Inggris duduk di bangku cadangan. Sementara, Martinelli yang menjadi pengganti Smithy mampu menjawab kepercayaan yang Arteta berikan. Atmosfer adil seperti ini perlu terus dijaga. Sehingga, tidak ada kecemburuan di antara para pemain Arsenal.
Keputusan Arteta untuk mencopot ban kapten dari lengan Aubameyang semakin menunjukan bahwa tidak ada pemain yang lebih besar dari klub.